JAKARTA, KOMPAS.com – Lembaga riset nirlaba bidang ekonomi lingkungan hidup, Transisi Bersih, menilai pemilik PLTU perlu ikut berkontribusi pada pembiayaan pensiun dini pembangkit listrik yang dimilikinya. Menurut Direktur Eksekutif Transisi Bersih Abdurrahman Arum, transisi energi menganut prinsip keadilan berdasarkan peran, sehingga biaya transisi energi harus terdistribusi secara proporsional berdasarkan kontribusi emisi. Ini artinya, pihak yang menghasilkan banyak emisi harus menerima beban biaya lebih besar.
Laporan Transisi Bersih “Standar Keekonomian dan Keadilan untuk Penutupan Dini PLTU” mengungkapkan, karena penutupan PLTU adalah proyek publik yang tidak komersial, tidak akan ada entitas bisnis yang mau membiayainya. Meski demikian, entitas bisnis yang merupakan pemilik dari PLTU juga tidak seharusnya lepas tangan dari tanggung jawabnya sebagai penghasil emisi karbon, karena telah mendapatkan keuntungan dari beroperasinya PLTU selama ini.
Berdasarkan prinsip keadilan peran, ia menjelaskan, pihak yang mengeluarkan emisi lebih banyak seharusnya akan menanggung biaya lebih besar. Pemilik PLTU termasuk entitas ekonomi yang paling banyak mengeluarkan emisi. Oleh karena itu, pemilik PLTU layak untuk menanggung beban lebih banyak daripada entitas ekonomi lainnya. “Mereka seharusnya menjadi salah satu pihak yang menanggung biaya penutupan dalam jumlah yang signifikan,” ujar Abdurrahman, saat pemaparan hasil risetnya di Jakarta, Rabu (28/2/2024).
Sumber : Kompas.com
Baca Selengkapnya di https://lestari.kompas.com/read/2024/02/28/202523486/pemilik-pltu-diminta-perlu-ikut-serta-dalam-pembiayaan-pensiun-dini